Definisi
Struma  adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar  tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet  iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya  pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon  yang dihasilkan.
Penyebab
Adanya  struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran  sel-selnya bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan  sekitarnya yang bertambah dengan pembentukan struktur morfologi baru.  Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama.
1. Gangguan  perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau  jaringan tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista  tiroglosus atau tiroid lingual).
2. Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit tiroiditis Hashimoto.
3. Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada struma koloid dan struma endemik.
4. Pembesaran  yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi adenoma –  sejenis tumor jinak – dan adenokarsinoma, suatu tumor ganas.
Klasifikasi
1. Berdasarkan fisiologisnya :
a. Eutiroid : aktivitas kelenjar tiroid normal
b. Hipotiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal
c. Hipertiroid :  aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan
2. Berdasarkan klinisnya :
a. Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
· Difusa    :  endemik goiter, gravida 
· Nodusa   :  neoplasma
b. Toksik (hipertiroid)
· Difus      :  grave, tirotoksikosis primer
· Nodusa  :  tirotoksikosis skunder
3. Berdasarkan morfologinya :
a. Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu  stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun  relatif). Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi  selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang  iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam  jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang  terbatas.  Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner  tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga akan bertambah.  Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau kebutuhannya  menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau kelenjar  akan menjadi fase istirahat.
b. Struma Colloides Diffusa
Ini  disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive  akan tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas,  laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu  melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan mengalami  involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid dan ukuran  kelenjar membesar.
c. Struma Nodular
Biasanya  terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari  struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan  excessive yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi  tiroid dan involusi pada masing-masing periode kehamilan, laktasi, dan  emosional (fase kebutuhan). Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi,  daerah hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada daerah nodul  hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid yang  hiperinvolusi.
Tiap  folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk  memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi,  golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular,  kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya  sebagian kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya mengalami  hiperinvolusi (involusi yang berlebihan/mengecil)
Diagnosis
1. Anamnesa
a. Penderita datang dengan keluhan adanya benjolan pada leher depan bagian tengah
b. Usia dan jenis kelamin : nodul tiroid timbul pd usia < 20 tahun atau > 50 tahun dan jenis kelamin laki-laki à resiko malignancy tinggi (20-70%).
c. Riwayat radiasi daerah leher & kepala pada masa anak-anak à malignancy 33-37%
d. Kecepatan tumbuh tumor. Nodul jinak membesar lama (tahunan), nodul ganas membesar dengan cepat (minggu/bulan)
e. Gangguan  menelan, sesak nafas, suara serak & nyeri (akibat penekanan/desakan  dan/atau infiltrasi tumor sebagai pertanda telah terjadi invasi ke  jaringan atau organ di sekitarnya)
f. Asal dan tempat tinggal (pegunungan/pantai)
g. Benjolan pada leher, lama, pembesaran
h. Riwayat penyakit serupa pada keluarga
i. Struma toksik  :
· Kurus, irritable, keringat banyak
· Nervous
· Palpitasi
· Hipertoni simpatikus (kulit basah dingin & tremor)
j.  Struma non-toksik :
· Gemuk
· Malas dan banyak tidur
· Gangguan pertumbuhan
2. Pemeriksaan Fisik 
a. Inspeksi
Pemeriksa  berada di depan penderita. Penderita posisi duduk dengan kepala sedikit  fleksi atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m.  sternokleidomastoideus relaksasi sehingga tumor tiroid mudah dievaluasi.
Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen berikut :
· Lokasi : lobus kanan, lobus kiri, ismus
· Ukuran : besar/kecil, permukaan rata/noduler
· Jumlah : uninodusa atau multinodusa
· Bentuk : apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler lokal
· Gerakan : pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut bergerak
· Pulsasi : bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan
b. Palpasi
Pasien  diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di  belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan.  Beberapa hal yang perlu dinilai pada pemeriksaan palpasi :
· Perluasan dan tepi
· Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapat diraba trachea dan kelenjarnya.
· Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan
· Hubungan dengan m. sternocleidomastoideus (tiroid letaknya lebih dalam daripada musculus ini.
· Limfonodi dan jaringan sekitar
c. Auskultasi
Pada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang menunjukkan adanya hipertiroid.
Pemeriksaan Penunjang 
1. Laboratorium
Pemeriksaan kadar TSH, T3 total, Free T4, dan T4 total.
2. Radiologi
Thorax à adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin lesion (papiler), cloudy (folikuler).
Leher AP lateral à evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan.
3. USG 
Dilakukan  untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara  klinis belum dapat dipalpasi. Di samping itu, dapat dipakai untuk  membedakan nodul yang padat atau kistik serta dapat dimanfaatkan untuk  penuntun dalam tindakan biopsy aspirasi jarum halus.
4. Scanning tiroid (pemeriksaan sidik tiroid)
Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan fungsi tiroid.   Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila  uptake > normal disebut hot area, sedangkan jika  uptake < normal disebut cold area (pada neoplasma)
5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)
Pemeriksaan  sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus. Cara  pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan diagnosis suspek maligna  ataupun benigna.
Penatalaksanaan 
1. Konservatif/medikamentosa
a. Indikasi :
· Usia tua
· Pasien sangat awal
· Rekurensi pasca bedah
· Pada persiapan operasi
· Struma residif
· Pada kehamilan, misalnya pada trimester ke-3
b. Struma non toksik  :  iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
c. Struma toksik   : 
· Bed rest
· PTU 100-200 mg  (propilthiouracil) 
Merupakan  obat anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan  akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin (T4).  Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila  menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5 mg/hari  selama 12-18 bulan.
· Lugol 5 – 10 tetes
Obat  ini membantu mengubah menjadi tiroksin dan mengurangi vaskularisasi  serta kerapuhan kelenjar tiroid. Digunakan 10-21 hari sebelum operasi.  Namun sekarang tidak digunakan lagi, oleh karena propanolol lebih baik  dalam mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10  mg/hari selama 14 hari.
· Iodium (I131)
2. Radioterapi
Menggunakan  I131, biasanya diberikan pada pasien yang telah diterapi dengan obat  anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi radioterapi adalah  pasien pada awal penyakit atau pasien dengan resiko tinggi untuk operasi  dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren. Radioterapi merupakan  kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.
3. Operatif
a. Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
b. Lobectomy,  mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
c. Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat 
d. Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan sebagian kiri.
e. Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal sinistra dan sebaliknya.
f. RND  (Radical Neck Dissection), mengangkat seluruh jaringan limfoid pada  leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan n. accessories, v.  jugularis eksterna dan interna, m. sternocleidomastoideus dan m.  omohyoideus serta kelenjar ludah submandibularis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Kedokteran : Dari Sel ke Sistem, 2nd ed. EGC : Jakarta.
2. Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 11th ed. EGC : Jakarta.
3. Murray, Robert K., et al. 2003. Biokimia Harper, 25th ed. EGC : Jakarta.
4. Marijata. 2006. Pengantar Bedah Klinis. FK UGM : Yogyakarta.
 
EmoticonEmoticon