Fase Farmakokinetik adalah fase yang meliputi semua proses yang dilakukan tubuh setelah obat dilepas dari bentuk sediaan yang terdiri dari absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi.
Absorpsi Obat
Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik (Aiache, et al., 1993). Absorpsi obat adalah peran yang terpenting untuk akhirnya menentukan efektivitas obat (Joenoes, 2002). Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati berbagai membran sel. Pada umumnya, membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid semipermeabel (Shargel and Yu, 1985). Sebelum obat diabsorpsi, terlebih dahulu obat itu larut dalam cairan biologis. Kelarutan serta cepat-lambatnya melarut menentukan banyaknya obat terabsorpsi. Dalam hal pemberian obat per oral, cairan biologis utama adalah cairan gastrointestinal, dari sini melalui membran biologis obat masuk ke peredaran sistemik. Disolusi obat didahului oleh pembebasan obat dari bentuk sediaannya. Secara ringkas proses biofarmasetik digambarkan dalam gambar 1 (Joenoes, 2002).
Obat yang terbebaskan dari bentuk sediaannya belum tentu diabsorpsi, jika obat tersebut terikat pada kulit atau mukosa disebut adsorpsi. Jika obat sampai tembus ke dalam kulit, tetapi belum masuk ke kapiler disebut penetrasi. Jika obat meresap/menembus dinding kapiler dan masuk ke dalam saluran darah disebut absorpsi (Joenoes, 2002).
Perpindahan obat dari suatu bentuk sediaan dosis oral ke dalam sirkulasi sistemik bisa dicapai dengan tiga langkah yaitu :
- Penghantaran obat pada tempat absorpsinya
- Obat dalam bentuk larutan
- Penembusan obat ke dalam sirkulasi sistemik (Syukri, 2002).
Absorpsi obat adalah langkah utama untuk disposisi obat dalam tubuh dari sistem LADME (Liberasi-Absorpsi-Distribusi-Metabolisme-Ekskresi). Bila pembebasan obat dari bentuk sediaannya (liberasi) sangat lamban, maka disolusi dan juga absorpsinya lama, sehingga dapat mempengaruhi efektivitas obat secara keseluruhan (Joenoes, 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat
- Ukuran partikel obat
Kecepatan disolusi obat berbanding langsung dengan luas permukaan yang kontak dengan cairan/pelarut. Bertambah kecil partikel, bertambah luas permukaan total, bertambah mudah larut (Joenoes, 2002). - Pengaruh daya larut obatPengaruh daya larut obat/bahan aktif tergantung pada:- Sifat kimia: modifikasi kimiawi obat- Sifat fisik: modifikasi fisik obat- Prosedur dan teknik pembuatan obat- Formulasi bentuk sediaan/galenik dan penambahan eksipien (Joenoes, 2002).
- Beberapa faktor lain fisiko-kimia obat.\- Temperatur- pKa dan derajat ionisasi obat.
Distribusi Obat
Distribusi obat adalah proses-proses yang berhubungan dengan transfer senyawa obat dari satu lokasi ke lokasi lain di dalam tubuh. Distribusi merupakan perjalanan obat ke seluruhtubuh. Setelah senyawa obat memasuki sistem sirkulasi melalui absorpsi atau injeksi, senyawa tersebut akan didistribusikan ke seluruh tubuh.
Setelah melalui proses absorpsi, obat akan di distribusikan keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikakimianya. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel, terdistribusi kedalam sel, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel, sehingga distribusinya terbatas, terutama dicairan ekstra sel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan.
Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat ( Kemampuan obat untuk mengikat reseptor) terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sedikit.
Mekanisme Distribusi Obat
Obat setelah diabsorbsi akan tersebar melalui sirkulasi darah keseluruh badan. Dalam peredarannya, kebanyakan obat-obat di distribusikan melalui membrane badan dengan cara yang relative lebih mudah dan lebih cepat dibanding dengan eliminasi atau pengeluaran obat.
Distribusi adalah proses suatu obat yang secara reversible meninggalkan aliran darah dan masuk ke interstisium (cairan ekstrasel) dan/atau ke sel-sel jaringan. Pengiriman obat dariplasma ke interstinum terutama tergantung pada aliran darah, permeabilitas kapiler, derajat ikatan ion obat tersebut dengan protein plasma atau jaringan dan hidrofobisitas dari obat tersebut. distribusi meliputi transport (pengangkutan) molekul obat di dalam tubuh. Setiap kali obat disuntikan atau diabsorbsi ke dalam aliran darah, obat di bawa oleh darah dan cairan jaringan ke tempat aksi obat (aksi farmakologi), tempat metabolisme, dan tempat ekskresi. Kebanykan obat masuk dan meninggal aliran darah di tingkat kapiler, melewati celah antara sel yang membentuk dinding kapiler.Distribusi bergantung besarnya kecukupan sirkulasi darah. Obat di distribusikan cepat kepada organ yang menerima suplai darah dalam jumlah banyak seperti jantung, hati dan ginjal. Distribusi ke organ dalam lainnya seperti lemak otot, dan kulit biasanya lebih lambat. Sebuah faktor penting dalam distribusi obat adalah ikatan protein. Banyak obat membentuk ikatan komplek dengan plasma.
Protein utama adalah albumin yang bertindak sebagai pembawa obat. Molekul obat yang berikatan dengan protein plasma adalah farmakologi inaktif karena ukuran kompleknya (ikatan albumin+obat) yang besar, mencegah obat meninggalkan aliran darah melalui lubang kecil di dinding kapiler dan mencapai tempat aksi, metabolisme, dan ekskresi. Hanya bagian obat yang bebas atau tidak terikat yang dapat beraksi di dalam tubuh sel. Sebagai obat yang bebas obat beraksi di dalam sel, terjadi penurunan tingkat plasma obat karena beberapa ikatan obat terlepas.
Ikatan protein membolehkan bagian dari dosis obat untuk disimpan dan dilepaskan jika dibutuhkan.Beberapa obat juga disimpan di jaringan otot, lemak, dan jaringan tubuh lainnya. dan dilepaskan sedikit-demi sedikit ketika tingkat plasma obat menurun. Mekanisme penyimpanan ini memelihara tingkat obat rendah didalam darah dan mengurangi resiko keracunan. Obat yang diikat kuat oleh plasma protein atau disimpan dalam jumlah besar di jaringan tubuh memiliki aksi obat yang panjang.
Distribusi obat ke dalam Sistem Saraf Pusat ( central nervous system) dibatasi karena terdapat sawar darah otak (blood–brain barrier), yang terdiri dari pembuluh darah kapiler dengan dinding tebal, membatasi pergerakan molekul obat masuk ke dalam jaringan otak. Sawar (penghalang) ini juga bertindak sebagai membran selektif permeabel yang menjaga Sistem Saraf Pusat (SSP). Namun hal ini juga menyebabkan terapi obat untuk gangguan sisitem saraf sangat sulit diberikan karena harus melewati sel dari dinding kapiler dan lebih jarang antara sel. Sebagai hasilnya, hanya obat yang larut dalam lemak atau memiliki sistem transportasi yang dapat melewati sawar-darah otak dan mencapai kosentrasi terapeutik di dalam jaringan otak.
Distribusi obat selama kehamilan dan menyususi juga unik. Selama kehamilan, sebagian besar obat melewati plasenta dan dapat mempengaruhi bayi. Selama laktasi, banyak obat masuk ke dalam air susu dan dapat mempengaruhi bayi.
Obat disampaikan ke reseptor melalui sistem sirkulasi dan mencapai target reseptor yang dipengaruhi oleh aliran darah dan konsentrasi jumlah darah di reseptor tersebut. Konsentrasi obat di suatu sel dipengaruhi oleh kemampuan obat berpenetrasi ke dalam kapiler endotelium (tergantung ikatan obat dengan protein plasma) dan difusi melalui membran sel. Distribusi obat di darah, organ dan sel tergantung dosis dan rute pemberian, lipid solubilin obat, kemampuan berikatan dari protein plasma dan jumlah aliran darah ke organ dan sel.
Senyawa yang terdapat pada sebuah sediaan obat, selain zat aktif yang digunakan untuk pengobatan, juga ada senyawa-senyawa yang membantu proses distribusi zat aktif. Oleh sebab itu tidak dianjurkan kepada pasien atau tenaga medis merubah bentuk sediaan tanpa berkonsultasi dengan apoteker. Misalnya merubah tablet menjadi puyer, apabila dalam bentuk puyer ketersediaan hayati obat tersebut menjadi berkurang.
Metabolisme Obat
Metabolisme atau Biotransformasi ialah reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan biologi yang dikatalisis oleh enzim menjadi metabolitnya. reaksi metabolisme obat sebagian besar terjadi pada organ hati, khususnya pada sub-seluler retikulum endoplasma. beberapa organ yang bertanggung jawab terhadap mekanisme metabolisme obat adalah hati, paru, ginjal, mukosa dan sel darah merah.
Fungsi utama dari metabolisme yaitu,
(1) menyediakan energi bagi fungsi tubuh dan pemeliharaan,
(2) memecah senyawa yang tercerna, misalnya katabolisme, menjadi senyawa yang lebih sederhana dan biosintesis molekul yang lebih kompleks misalnya anabolisme, biasanya memerlukan energi,
(3) mengubah senyawa asing (obat) menjadi lebih polar, larut air dan terioniasi sehingga lebih mudah di ekskresi.
Metabolisme obat mempunyai 2 efek penting, yaitu:
- Obat menjadi lebih hidrofilik hal ini mempercepat ekskresinya melalui ginjal karena metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorbsi dalam tubulus ginjal.
- Metabolit umumnya Kurang Aktif daripada obat asalnya. akan tetapi, tidak selalu seperti itu, terkadang metabolit sama aktifnya (atau lebih aktif) daripada obat asli. sebagai contoh, Diazepam dimetabolisme menjadi nordiazepam dan oxazepam, keduanya aktif. Prodrug bersifat inaktif sampai dimetabolisme dalam tubuh menjadi obat aktif.
Meskipun metabolit lebih larut dalam air tetapi ada pengecualian pada p-asam klorofenaseturat (metabolit p-asam klorofenilasetat). sering bahwa metabolit obat lebih diionisasi pada pH fisiologi daripada obatnya sehingga bentuk garam yang larut dalam air dapat menurunkan kelarutannya dalam lipid sehingga mudah untuk diekskresikan.
Proses metabolisme terbagi menjadi 2 fase, pada fase 1 atau disebut juga fase non sintetik atau reaksi fungsional yaitu fase dimana pengubahan senyawa lipofil menjadi senyawa yang mempunyai gugus fungsional dan lebih polar seperti OH, NH2 dan COOH. Oksidasi merupakan reaksi paling umum dan reaksi ini dikatalisis oleh suatu kelas enzim yang penting yang disebut oksidase dengan fungsi campuran (Sitokrom P-450). reaksi fase 1 yang lain adalah Reduksi dan Hidrolisis yang relatif jarang sekali terjadi.
Ekskresi Obat
Ekskresi obat adalah proses pengeluaran zat-zat sisa oleh hasil metabolisme obat yang suah tidak digunakan oleh tubuh.
Ekskresi Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal.
Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat.
Mekanisme Ekskresi Obat dan Tempat Terjadinya Ekskresi Obat
Organ terpenting untuk ekskresi obat ada ginjal. Obat diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melalui ginjal. Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melalu ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yakni filrasi glomerulus, sekresi aktif ditubulus proksimal dan reabsorpsi pasif disepanjang tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan pda usia 6-12 bulan, dn setelah dewasa menurun 1% pertahun.
Pada jalur ekskresi melalui ginjal, metabolit-metabolit obat diekskresikan melalui urine melalui mekanisme filtrasi glomerulus, sekresi tubular aktif, dan reabsorpsi tubular. Ginjal merupakan organ utama dalam proses ekskresi. Organ ini mengekskresikan senyawa dari sirkulasi sistemik atau dari darah guna mempertahankan miliu internal. Dalam ginjal terdapat unit fungsional terkecil yang disebut dengan Nefron. Nefron terdiri atas pembuluh proksimal, lengkung Henle, dan pembuluh distal, sedangkan bagian kapiler terdiri dari glomerulus yang terdapat dalam kapsula Bowmann.
Filtrasi glomerulus menghasilkan ultrafiltrat, yakni plasma minus protein, jadi semua obat bebas akan keluar dlam ultrafiltrat sedangkan yang terikat protein tetap tinggal dalam darah. Sekresi aktif ddari dalam darah ke lumen tubulus proksimal terjadi melalui transporter membran P-glikoprotein (P-gp) dan MPR (multidru-resistance protein) yang terdapat di membran sel epitel engan selektivitas berbeda, yakni MPR utuk anion organik dan konyugat (mis: penisilin, ptobenesid, glukuronat, sulfat da konyugat glutation), dan P-gp untuk kation organik dan zat netral (mis: kuinidin, digoksin ). Dengan demikisn terjadi kompetisi antara asam-asam organik maupun antara basa-basa organik untuk disekresi. Hal ini dimanfaatkan untuk pengobatan gonorea dengan derivat fenisilin. Untuk memperpanjang kerjanya, ampisilin dosis tunggal diberikan bersama probenesid ( probenesid akan menghambat eksresi aktif ampisilin ditubulus ginjal karena berkompetisi untuk transporter membran yang sama MRP).
Reabsorpsi pasif terjadi di sepanjang tubulus untuk bentuk nonion obat yang larut lemak. Oleh karena derajat ionisasi bergantung pada pH larutan, maka hal ini dimanfaatkan untuk mempercepat eksresi ginjal pada keracunan suatu obat asam atau obat basa. Obat asam yang relatif kuat (pKa ≤ 2) dan obat basa yang relatif kuat (pKa ≥ 12, mialnya gUanetidin) terionisasi sempurna pada pH ekstrim urin akiat asidifikasi dan alkalinisasi paksa (4,5- 7,5). Oat asam yang sangat lemah ( pKa > 8, fenitoin) dan obat basa yang sangat lemah (pKa ≤ 6, misalnya profeksipen ) tidak terionisasi sama sekali pada semua Ph urin. Hanya obat asam dengan pKa antara 3,0 dan 7,5 dan obat basa dengan pKa antara 6 dan 12, yang dapat dipengaruhi oleh Ph urin. Misalnya (asam pKa =72) atau salisilat (asam, pKa =3,0) deberikan NaHCO3 untuk membasakan uri agar ionisasi meningkat sehingga bentuk nonion yang akan direabsorpsi akan berkurang dan bentuk ion yang akan dieksresi meningkat. Demikian juga pada keracunan amfetamin (basa, pKa = 9,8) diberikan NH4Cl untuk meningkatkan eksresinya.
Di tubulus distal juga terdapat protein transporter yang berfungsi untuk reabsorpsi aktif dari lumen tubulus kembali ke dalam darah ( untuk obat-obat dan zat-zat endogen tertentu)
Ekskresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan fungsi ginjal. Lain hal nya dengan pengurangan fungsi hati yang tidak dapat dihitung, pengurangan fungsi ginjal dapat dihitung berdasarkan pengurangan klirens kreatinin. Dengan demikian, pengurangan dosis obat pada gangguan fungsi ginjal dapat dihitung.
Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu kedalam usus dan keluar bersama fases. Transporter membran P-gp dan MRP terdapat di membran kanalikulus sel hati dan mensekresi katif obat-obat dan metabolit kedalam empedu dengan selektifitas berbeda, yakni MRP untuk anion organik dan konyugat (glukuronat dan konyugat lain), dan P-gp untuk kation organik, steroid, kolesteroldan garam empedu P-gp dan MRP jua terdapat di membran sel usus, maka sekresi langsung obat dan metaboit dari darah ke lumen usus juga terjadi.
Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anestetik umum. Ekskresi dalam ASI, salifa, keringat, dan air mata secara kuantitatif tidak penting. Ekskresi ini bergantung terutama pada difusi pasif dari bentuk nonion yang larut lemak melalui el epitel kelenjar dan pada pH. Ekskresi dalam ASI meskipun sedikit, penting artinya karena dapat menimbulkan efek samping pada bayi yang menyusu pada ibunya. ASI lebih asam daripada plasma, maka lebih banyak obat-obat basa dan lebih sedikit obat-obat asam terdapat dalam ASI daripada dalam plasma. Eskresi dalam salifa: kadar obat dalam salifa sama dengan kadar obat bebas dalam plasma, maka salifa dapat digunakanuntuk mengukur kadar obat jika sukar untuk memperoleh darah.
EmoticonEmoticon