(diambil dari Buku Obat Hayati Golongan Glikosida, oleh: S. Brotosisworo, Fakultas Farmasi UGM)
Glikosida steroid merupakan glikosida dengan aglikon steroid. Glikosida jantung / cardiac gycocide / sterol glycocide/ digitaloida adalah glikosida yang mempunyai daya kerja yang kuat dan spesifik terhadap otot jantung. Daya kerja glikosida steroid yaitu: menambah kontraksi sistemik, berakibat pada pengosongan ventrikel menjadi lebih sempurna, akibat selanjutnya lamanya kontraksi sistole dipersingkat, sehingga jantung dapat beristirahat lebih panjang di antara dua kontraksi.
Aglikon steroid atau genin terdiri dari dua tipe, yaitu tipe kardenolida dan bufadienolida. Yang umum dalam alam adalah tipe kardenolida yang merupakan steroida C23 dengan rantai samping yang terdiri dari lingkaran lakton lima anggota yang tidak jenuh α-β dan menempel pada C nomor 17 bentuk β. Tipe bufadienolida adalah homolog C24 dari kardenolida dan mempunyai rantai simpang lingkaran lakton enam anggota tidak jenuh ganda menempel pada C nomor 17. Nama bufadienolida berasal dari nama genus untuk katak Bufo, karena prototipe dari senyawa bufalin diisolasikan dari kulit katak.
Aspek kimiawi yang luar biasa dari kardenolida dan bufadienolida adalah bahwa hubungan lingkaran C/D mempunyai konfigurasi sis. Agar daya kerja terhadap jantung optimum, ternyata bahwa aglikon harus mempunyai lingkaran lakotn tidak jenuh α-β dan β menempel pada posisi 1 dari steroida dan hubungan-hubungan A/B dan C/D harus mempunyai konfigurasi sis. Bila glikosida dipecah aglikon masih mempunyai kegiatan terhadap jantung, tetapi bagian gula dari glikosida yang menyebabkan dapat larutnya glikosida sangat penting untuk absorbsi dan penyebaran glikosida dalam tubuh. Subtitusi oksigen pada inti steroida juga mempengaruh penyebaran glikosida dalam tubuh. Substitusi oksigen pada inti steroida juga mempengaruhi penyebaran dan metabolisme glikosida. Pada umumnya makin banyak gugus hidroksi pada molekul lebih cepat waktu mulainya bekerja dan selanjutnya lebih cepat dikeluarkan dari tubuh.
Struktur dan daya kerja dari glikosida jantung mepunyai hubungan yang sangat erat, pergantian tempat dari gugus hidroksi atau aalnya perubahan kecil dalam molekul akan ,mengubah bahkan melenyapkan sama sekali sifat kardioaktifnya. Ciri khas untuk aglikon dan kardioaktif adalah adanya gugus hidroksi yang menempel pada posisi 3 dan 14 dari inti steroida.
Setiap glikosida jantung mempunyai bagian gula yang terdiri dari satu, dua, tiga, atau empat gugus gula pentosa atau heksosa, tetapi gula yang ti ujung biasanya adalah glukosa. Gugus OH dari aglikon yang btereaksi pada pembentukan glikosida adalah yang terdapat paa posisi 3. Monosakarida yang biasa terdapat pada glikosida yang umum digunakan dalam pengobatan adalah D-glukosa, D-Digitoksosa, D-Simarosa, L-Ramnosa, D-arabinosa.
Stabilitas dan sifat lain dari glikosida jantung
Hidrolisis asam yang lama dari glikosida jantung akan menyebabkan terpecahnya glikosida tersebut menjadi gula dan aglikon. Sedang hidrolisis yang terjadi karena enzim yang terdapat dalam banyak tanaman glikosida jantung memecah glikosida menjadi suatu gula bebas dan suatu glikosida sekunder yang menandung lebih sedikit gula. Adanya enzim-enzim ini memungkinkan dipelajarinya secara terperinci susuanan dari glikosida jantung. Seringkali enzim-enzim tersebut terikat sangat erat di dalam protoplasma sel (desmoenzim). Bila tidak diperhatikan secara cermat, selama pengeringan dan penyimpanan banyak obat jantung, maka enzim tadi akan memecah gula dan glukosa yangbiasanya terdapt di ujung hingga dari heterosida yang asli akan terjadi senyawa yang kurang kompleks. Misalnya dari ekstrak gubal strofanti dapat diahrapkan akan terdapat senyawa kardioaktif seperti: strofantidin, simarin, k-strofantin dan k-strofantosida.
Demikian pula lanatosida A, salah satu heterosida asli dari Digitalis lanata, terhidrolisis sebagai berikut:
{Lanatosida A } (lanatasa) à {digipurppidosida A} (digipurpidase) à
+ H2O-CH3-COOH + H2O-glukosa
digitoksin (H+) + 3 H2O à digitoksigenin
3 digitoksosa
Nampaknya daun digitalis segar tidak mengandung deglukosida dalam jumlah yang dapat ditentukan.
Kecuali dengan hidrolisa, glikosida jantung dapat pula rusak dengan cara yang lain. Lingkaran lakton di dalamnya mudah terbuka dengan adanya alkali, yang akan membentuk garam dari asam aldehid. Sekali terbuka, lingkaran tersebut tidak dapat dibentuk kembali menjadi lakton yang asli (cardenolide); sekarang karboksil tadi membentuk lakton dengan suatu hidroksil di bagian lain dari aglikon tersebut menghasilkan isogenin, cardanolide, yang secara fisiologi tidak aktif. Inilah sebabnya mengapa adanya alkali kuat menghancurkan aktivitas dari glikosida jantung.
Gugus hidroksil tersier (yaitu pada kedudukan 14 dari digitoksigenin) mudah terpisah sebagai air pada suhu yang tinggi memebentuk anhidrogenin, misalnya anhidro digitoksigenin. Jadi selama pengeringan, penyimpanan dan ekstraksi mungkin dan memang terjadi bermacan-macam perubahan dari obat jantung. Glikosida jantung juga terhidrolisis sebagian oeh asam lambung tetepi tidak cukup cepat hingga tidak mengacaukan pengobatan.
Karena panas dapat menghancurkan enzim, maka dapat diahrapkan bahwa obat jantung yang diawetkan dengan panas (heat-stabilized) kwalitasnya akan tahan lama, tetapi penggunaan panas dapat mengubah sebagian dari glikosida yang asli.
Umbi squill (bulbus scillae) yang terdiri dari daun-daun tebal yang higroskopis, tidak dapat mempertahankan kualitasnya kecuali jika distabilkan, karena umbi ini makan waktu lama pada pengeringan. Hidrolisis enzimatis suatu glikosida berbanding lurus dengan lamanya waktu, dan obat tersebut mengandung basah cukup untuk terjadinya hidrolisis, maka tidak mengherankan bahwa akhirnya contoh komersiil yang biasa dari bulbus scillae hanya menunjukkan aktivitas seperlima dibanding dengan obat yag telah dikeringkan 55-60oC dan disimpan di atas kapur tohor. Maka banyak farmakope minta agar daun digitalis tidak mengandung air lebih dari 6% dan harus disimpan dalam bejana tertutup di atas zat pengering.
Kelarutan dari glikosida jantung berbeda cukup besar sesuai dengan kadar gula dalam molekul. Pada umumnya makin besar jumlah gugus gula yang terdapat dalam molekul, makin besar kelarutannya dalam air, tetapi makin kecil kelarutannya dalam kloroform. Alkohol dapat melarutkan kedua macam glikosida baik glikosida asli maupun glikosida sekunder dan juga aglikon, karena itu nampaknya alkohol merupakan pelarut yang cocok untuk zat kardioaktif (cardiac principles). Glikosida jantung tidak larut dalam petroleum eter dan dalam eter, dan pelarut tersebut digunakan untuk menghilangkan lemak biji strofanti sebelum diekstraksi dengan alkohol. Infusa air satu persen daun digitalis mengandung hampir seluruh jumlah heterosida aktif yang terdapat dalam obat. Hal ini mungkin disebabkan karena obat tersebut disamping mengandung glikosida jantung juga mengandung saponin yang berperan sebagai emulgator (emulsifier) untuk glikosida sekunder.
Daya kerja dan Pemakaian Glikosida Steroid
Dosis kecil dari obat jantung menghambat pukulan jantung, tetapi menambah volume darah ang dipompakan melalaui jantung, karena bilik-biliknya terisi lebih penuh selama fasa diasstole yang sekarang berlangsung lebih lama; selama fasa sistole kontraksi lebih kuat sehingga bilik dikosongkan secara lebih sempurna. Pada saat yang bersamaan buluh kapiler dari ginjal dilebarkan. Daya kerja ini, bersama-sama dengan bertambahnya volume darah yang menaglir melewati ginjal menyebabkan digitaloida tersebut merupakan diuretika yang efektif, terutama untuk pembesaran / pembengkakan jantung.
Digilaloida mengatur gerak jantung yang tidak teratur atau aritmia dan memberikan hasil yang dramatis pada congestive heart failure. Dosis yang besar menyebabkan penhambatan yang berlebihan dan otot jantung tetap kontraksi sebagian selama masa diastole. Rasa mual dan muntah adalah gejala intoksikasi. Pada jaman dulu obat-obat ini digunakan sebagai emetika.
Daun digitalis baru menunjukkan hasilnya setelah beberapa jam, dan daya kerja yang penuh baru terlihat setelah beberapa hari (efek kumulasi). Digitaloida lanata kurang kumulasi. Lanatosida C baru bekerja 10 menit bila diberikan secara intravena. Dalam kasus kelemahan jantung yang kuat, ouabain menunukkan daya kerja yag segera. Daya kerja yang lebih kuat meskipun lebih singkat diberikan oleh heterosida dari squill, adonidis, hellebore, dan apocynum.
Identifikasi kimiawi gliksida steroid
1. Reaksi Legal
Glikosida jantung kecuali scillaren, memberikan reaksi legal. Heterosida atau ekstrak murni dari obat gubal dilarukan dalam piridina. Bila natrium hidroksida dan natrium nitropurusida ditambahkan secara berturutan, akan terjadi warna merah darah.
2. Reaksi Keller –Killiani
Glikosida dilarutkan dalam asam asetat glasial yang mengandung jejak/rumutan/trace feri klorida. Asam sulfat pekat yang mengandung sejumlah feri klorida yang sama diteteskan pada dasar tabung reaksi dengan suatu pipet. Suatu warna yang jelas akan terjadi pada batas antara dua reagen, yang secaraperlahan-lahan menyebar ke dalam lapisan asam asetat. Reaksi ini menunjukkan adanya gula deoksi. Glikosida dari oleander dan squill memberikan warna merah, sedang gliolosida dari adonis, apocymun dan digitalis memberikan warna hijau kebiruan.
3. Reaksi Sterol dan Liebermann
Kepada larutan glikosida dalam asam asetat glasial diatmbahkan satu tetes asam sulfat pekat. Pergantina warna terjadi dari rosa melaui merah, violet dan biru ke hijau. Warna-warna tersebut sedikit berbeda untuk satu senyawa dengan senyawa yang lain. Reaksi ni disebabkan oleh bagian steroida dari molekul dan karakteristik untuk aglikon dari tipe scillarenin. Asam sulfat 80% digunakan sebagai alat untuk identifikasi biji strophanti. Biji strophanthus kombe memberikan warna hijau dengan reagen ini, sedang kebanyakan pemalsunya (S.courtmanni dan S. gratus) memberikan warna merah.
Cara identifikasi glikosida jantung menurut Materia Medika Indonesia I
1. Larutan percobaan
Sari 3 g serbuk simplisia dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 95% P dan 3 bagian volume air dalam alaat pendingin balik selama 10 menit, dinginkan, saring. Pada 20 ml filtrat tambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M kocok, diamkan selama 5 menit, saring. Sari filtar 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform P dan 2 bagian volume isopropanol P. Pada kumpulan sari tambahkan natrium sulfat anhidrat P, saring dan uapkan pada suhu tidak lebih dari 50oC. Larutkan sisa dengan 2 ml metanol P.
2. Cara Percobaan.:
1) Encerkan 0,1 ml larutan percobaan dengan 2,9 ml metanol P, tambahkan Baljet LP, terjadi warna jingga setelah beberapa menit, menunjukkan adanya glikosida dan aglikon kardenolida.
2) Pada 0,1 ml larutan percobaan tambahkan 2 ml Kedde LP dan 2 ml kalium hidroksida 1 N, terjadi warna merah ungu sampai biru ungu dan dalam beberapa menit, menunjukkan adanya glikosida dan aglikon kardenolida.
3) Masukkan 0,1 ml larutan percobaan dalam tabung reaksi, uapakan di atas penagnas air. Pada sisa tambahkan 3 ml larutan xantidrol P 0,01 % b/v dalam asam asetat P dan 1 tetes asam klorida pekat P, larutan berwarna kuning intensif, kemudian panaskan di atas penangas air selama 3 menit, warna larutan menjadi merah intensif, menunjukkan adanya glikosida dan glikon 2-desoksigula.
4) Uapkan 0,2 ml larutan percobaan di atas penangas air. Larutkan sisa dengan 3 ml asam asetat P dengan sedikit pemanasan, dinginkan. Teteskan besi (III) klorida 0,3 N, kmeudian tambahkan hati-hati campuran 3 ml asam sulfat dan 1 tetes besi (III) klorida 0,3 N, terbentuk cincin berwarna merah coklat pada batas cairan, setelah beberapa menit di atas cincin berwarna biru hijau, menunjukkan adanya glikosida dan glikon 2-desoksigula (reaksi Keller-Killiani).
Dari keempat percobaan di atas, serbuk mengandung glikosida jantung jika paling kurang reaksi menunjukkan adanaya aglikon kardenolida dan glikon 2-desoksigula.
Standardisasi (pembakuan)
Banyak faktor mempengaruhi daya kerja dari obat gubal kardioaktif, seperti misalnya iklim, umur bagian tanaman yang digunakan, musim waktu pengumpulan dan metode pengeringan dan penyimpanan. Karena obat jantung itu beracun dan dosis yang tepat merupakan masalah yang penting, mka meraeka perlu dinakukan dulu sebelum digunakan dalam pengobatan. Setiap glikosida mempunuyai daya kerja yuang berbeda-beda tergantung pada struktur mereka yang utama (particular). Karena itu evaluasi dengan metode kimiawi untuk obat gubal jantung masih belum memuaskan. Metode-metode kromatografi, kolorimetri, gravimetri, organoleptik dan fitofarmakologi telah diusulkan, tetapi sampai sekarang tidak ada satupun yang betul-betul dapat diandalkan, sehingga dalam praktek masih digunakan metoda biologi, kecuali untuk ouabain dalam Strophanthus gratus. Glikosida ouabain tadi disari dengan alkohol absolut, dipisahkan dengan pengendapan dengan petroleum eter,dimurnikan dengan kristalisasi dari air dan ditimbang.
Bioassay (Penetapan hayati)
Evaluasi dengan metode biologi menentukan jumlah obat yang diperlukan untuk menghentikan jantung dari binatang tertentu di bawah kondisi khusus (dosis letalis). Untunglah bahwa efek pengobatan dan efek toksik diakibatkan oleh suaut senyawa yang sama. Karena kepekaan binatang dengan spesies yang berbeda-beda sangat berlainan maka harus digunakan suatu standard pembanding. Standard internasional terdiri dari daun Digitalis purpurea yang kering, dan 80 mg dari daun tersebut sama dengan satu satuan internasional. Daya kerja dari setiap macam obat herus dibandingkan dengan standard masing-masing karena campuran glikosida mereka sangatlah toksik. Situasi dimaksud dapat digambarkan oleh kenyataan bahwa sementara katak dalam musim gugur pmempunyai kepekaan terhadap digitalis setengah kali dibandingkan kepekaannya di musim semi, sedangkan dalam hal adonis dan convallaria kepekaan mereka justru terbalik. Juga bermacam-macam katak menunjukkan kepekaan yang berbeda terhadap setiap eterosida, misalnya Rana temporaria tiga kali lebih peka terhadap lanatosida C bila dibandingkan dengan Rana esculenta, tetapi hanya dua pertiga kepekaannya terhadap K-strphanthin bila dibanding dengan Rana esculenta.
Ada empat macam metode bioassay yang biasa digunakan:
1. Metode marmot (Guinea Pig Method)
Suatu larutan isotonik atau infusa dari obat diinfusikan secara perlahan-lahan ke dalam vena jugularis dan marmot yang dinarkotisir sehingga jantungnuya berhenti. Daya kerja diperhitungkan dari jumlah mililiter yang digunakan. Percobaan digulangi dengan 10 ekor binatang baik untukobat maupun untuk strandard.
2. Metode kucfing dan metode marmot (USP XV) sesungguhnya sama saja kecuali bahwa sebagai pengganti marmot digunakan berturut-turut kucing dan anjing.
3. Metode emesis burung dara (Pgeon Emesis Method)
Sediaan disuntikkan ke dalam vena sayap. Dosis ditentukand dengan jumlah yang menyebabkan muntah dalam waktu 5 sampai 10 menit.
4. Metode katak (Frog Method)
Percobaan dilakukan terhadap enam kelompok masing-0masing sepuluh ekor katakuntuk mengetahui reaksi katak terhadap berbagai dosis obat, dengan cara ini batas dari dosis letalis dipersempit (jantung katak dibengikan dalam keadaan sistole). Infusa disuntukkan secara subkutan ke dalam kandung limfa. LD50 ditentukan dengan waktu pengamatan 24 jam (timeless method) pada 20oC dan kekuatannya dinyatakan dalam satuan internasional (nasional) dengan standar d internasional atau nasional.
Kesalahan maksimum dari metode-metode tersebut adalah:
Metode marmot dan metode kucin lebih kurang a13%, percobaan klinik (manusia) lebih kurang 22% dan metode kataklebih kurang 30%.
5 komentar
materinya lengkap .
ijin kopas., ^_^
ada meteri tentang Flavonoid ?
terima kasih Admin .. ^_^
Ijin Kopas .. :)
Silahkan dikopas,
semoga bermanfaat :)
Materi Flavonoid ada, Tinggu Post slnjtnya ya , :)
Silahkan dikopas, semoga bermanfaat :)
izin copas...
makasih ^_^
EmoticonEmoticon