BAB II TINJAUAN PUSTAKA | Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Industri Kimia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.                Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan  dan  kesehatan  kerja  (K3)  merupakan  instrumen  yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan (Suma’mur, 1988).
Sedangkan definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menurut  falsafah keselamatan kerja dapat diterangnkan sebagai berikut:
”menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah
maupu rohaniah manusia serta hasil karya dan budayanya, tertuju pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan manusia pada khususnya” (Dalih, 1982)
Perumusan falsafah ini harus dipakai sebagai dasar dan titik tolak dari tiap usaha keselamatan kerja karena didalamnya telah tercakup pandangan serta pemikiran filosofis, sosial-teknis dan sosial ekonomis. Oleh sebab itu dibuat peraturan-peraturan mengenai  berbagai jenis keselamatan kerja sebagai berikut:
1.      Keselamatan kerja dalam industri ( industrial safety)
2.      Keselamatan kerja di pertambangan ( mining safety)
3.      Keselamatan  kerja  dalam  bangunan  (  building  and  construction safety)
4.      Keselamatan kerja lalu lintas ( traffic safety)
5.      Keselamatan kerja penerbangan (flight safety)
6.      Keselamatan kerja kereta api ( railway safety)
7.      Keselamatan kerja di rumah ( home safety)
8.      Keselamatan kerja di kantor ( office safety)


B.                 Peraturan Umum K3 Pada Industri Kimia
Peraturan-peraturan mengenal keselamatan dipersiapkan guna melindungi setiap  orang,  karenanya  setiap  orang  harus  ikut  berperan.  Berikut  ini  adalah peraturan-peraturan dasar keselamatan yang umum berlaku :
1.      Menjadikan kepedulian utama untuk sadar akan keselamatan setiap saat.
2.      Semua cedera sekecil apapun harus dilaporkan dengan segera kepada safety officer atau supervisor yang akan melakukan penyelidikan kecelakaan yang menimpa anda dan kemudian membuat laporan kecelakaan pada manajemen dan mengirim salinannya ke kantor di Jakarta dalam waktu 24 jam.
3.      Setiap crew harus dengan segera melaporkan setiap kecelakaan, nyaris (near miss)  celaka,  keadaan  dan  tindakan  yang  tidak  aman  kepada  atasannya langsung, dan salinannya kepada safety officer di lapangan dan melakukan tindakan yang perlu untuk perbaikan.
4.      Setiap  kebakaran  apakah  itu  dapat  dipadamkan  atau  tidak  harus  segera dilaporkan kepada safety officer atau supervisor tingkat pertama yang bertugas pada daerah tersebut.
5.      Dilarang keras berkelahi dan bercanda dengan kasar.
6.      Dilarang  mengoperasikan  suatu  peralatan  kecuali  operator  tersebut  telah mendapatkan latihan mengenai peralatan tersebut.
7.      Pekerjaan tidak boleh dimulai pada setiap unit dan alat tanpa sepengetahuan dan seijin petugas yang bertanggung jawab terhadap daerah tersebut.
8.      Dilarang berlari-lari di daerah kerja.
9.      Bila menaiki dan menuruni tangga, pergunakan pegangan tangan dan lakukan selangkah demi selangkah.
10.  Udara bertekanan di atas  30 psi tidak boleh dipergunakan untuk keperluan pembersihan kecuali untuk abrasive blasting, dan tidak boleh dipakai untuk membersihkan pakaian atau badan pada tekanan berapapun.
11.  Udara bertekanan hanya boleh dipakai untuk alat-alat yang digerakkan dengan tekanan angin (pneumatic).
12.  Di setiap fasilitas dilarang memakai sepatu dengan besi  terbuka  pada  sol sepatunya.
13.  Cincin-cincin, jam tangan atau gelang dari logam atau  asesoris lain  dan pakaian yang terlalu longgar tidak boleh dikenakan, rambut tidak boleh terurai saat bekerja dalam  jarak dekat dengan peralatan-peralatan yang tidak terlindung atau sistem pencatu listrik.
14.  Topi keselamatan, pelindung pendengaran, kacamata keselamatan, dan sepatu keselamatan kerja harus dipakai di lokasi-lokasi yang telah ditentukan.
15.  Setiap lantai harus benar-benar dijaga dan diperhatikan untuk menghindari kemungkinan tersandung dan terjatuh.
16.  Alat pemadam kebakaran, kotak alarm, pintu darurat pada saat kebakaran, alat bantu pernafasan, tempat membilas mata, dan semua peralatan darurat yang harus dalam keadaan baik dan lokasinya bebas dari hambatan.
17.  Semua anjungan lepas pantai yang dihuni mempunyai papan petunjukl untuk keadaaan darurat  (Muster Area). Semua personel harus memahami muster point masing masing bila berada di fasilitas lepas pantai.
18.  Setiap crew harus melapor ke  lokasi pada setiap kedatangan  atau  saat meninggalkan fasilitas.
19.  Selalu memahami jalan darurat penyelamatan diri dan bekerja dengan aman.
Merokok hanya diijinkan pada wilayah-wilayah yang sudah  ditetapkan atau diberi tanda diperbolehkan merokok. Dilarang membawa  korek api atau pemantik api di sekitar kawasan proses dan produksi. Semua wilayah produksi, pengeboran dan  konstruksi adalah wilayah  "DILARANG MEROKOK'. Jika pekerja merasa kurang yakin apakah berada di daerah aman untuk merokok, maka "JANGAN MEROKOK".
Pada tiap-tiap instalasi terdapat daerah-daerah terlarang, dimana. hanya petugas tertentu saja yang diperbolehkan untuk memasuki daerah tersebut personil akan diberikan penjelasan mengenai hal tersebut sesuai dengan keperluan dan wewenangnya.
Bila bunyi tanda keadaan darurat terdengar atau ada pengumuman bahwa tempat kerja berada dalam keadaan  darurat,  hentikan  semua  kegiatan  kerja, putuskan sambungan semua peralatan listrik, dan tutup semua kerangan silinder gas. Jangan melanjutkan pekerjaan sampai ada pemberitahuan dari operator. Bila kondisi darurat yang menyebabkan tanda bahaya berbunyi terletak di daerah ijin kerja dan evakuasi harus dilakukan, ijin ke daerah yang aman.

C.                Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Dibuatkannya Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan  Kerja dalam praktik Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah sesuatu yang sangat penting dan harus. Karena hal ini akan menjamin dilaksanakannya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara baik dan benar. Kemudian konsep ini berkembang menjadi employers  liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha, buruh/pekerja,  dan  masyarakat umum yang berada di luar lingkungan kerja.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan dibidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di  darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
D.                Kecelakaan Kerja
Terjadinya Kecelakaan kerja yang mengakibatkan luka-luka ataupun cacat berdasarkan penelitian dan pengalaman merupakan akibat dari berbagai faktor sebagai berikut (Bennet, 1985) :
1.      Golongan fisik
a.       Bunyi dan getaran yang bisa menyebabkan ketulian dan pekak baik sementara maupu   permanen.
b.      Suhu  ruang  kerja.  Suhu  yang  tinggi  menyebabkan  hiperprexia,heat stroke, dan heat cramps (keadaan panas badan yang tinggi suhunya).  Sedangkan suhu yang rendah dapat menyebabkan kekakuan dan peradangan.
c.       Radiasi sinar rontgen atau sinar-sinar radioaktif menyebabkan kelainan pada kulit, mata, dan bahkan susunan darah.
2.      Golongan kimia
a.       Debu dan serbuk menyebabkan terganggunya saluran pernafasan.
b.      Kabut dari racun serangga yang menimbulkan keracunan.
c.       Gas, sebagai contoh keracunan gas karbonmonoksida, sulfur, dan sebagainya.
d.      Uap, menyebabkan keracunan dan penyakit kulit.
e.       Cairan beracun.
3.      Golongan Biologis
a.       Tumbuh-tumbuhan yang beracun atau menimbulkan alergi;
b.      Penyekit yang disebabkan oleh hewan-hewan di tempat kerja, misal  penyakit antrax atau brucella di perusahaan penyamakan kulit.
4.      Golongan Fisiologis
a.       Konstruksi mesin atau peralatan yang tidak sesuai dengan mekanisme tubuh manusia.
b.      Sikap kerja yang menyebabkan keletihan dan kelainan fisik.
c.       Cara bekerja yang membosankan atau titik jenuh tinggi.
5.      Golongan Psikologis
a.       Proses kerja yang rutin dan membosankan;
b.      Hubungan kerja yang tidak harmonis antar karyawan tau terlalu menekan atau sangat menuntut.
c.       Suasana kerja yang kurang aman.
E.                 Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah  pencahayaan, ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang  berbahaya ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak, peralatan pelindung yang tak  mencukupi,  seperti  helm  dan  gudang  yang  kurang baik.
Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya  diklasifikasikan seperti latihan sebagai kegagalan menggunakan  peralatan keselamatan, mengoperasikan pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh, menambah daya dan lain-lain. Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan  biasanya terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu  saja.  Keselamatan dapat dilaksanakan  sedini mungkin, tetapi  untuk  tingkat efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan keselamatan.

Original By: Eko Putera Sampoerna
  1. BAB I
  2. BAB II
  3. BAB III

Semoga apa yang tersaji dalam blog ini bermanfaat. Terima kasih telah mengunjungi blog ini. Silahkan jika ingin di sebarluaskan dengan mencantumkan sumbernya yaa :) terima kasih.


EmoticonEmoticon