A. Definisi Dioksin
Dioksin adalah nama umum untuk grup polychlorinated dibenzodioxins (PCDD). Menurut Isa (2011) dioksin adalah kelompok senyawa yang bersifat racun (toksik) dan diketahui secara nyata merupakan faktor pemicu kanker. Senyawa dioksin tersusun oleh atom karbon, hydrogen, oksigen dan klor. Atom chlor pada senyawa PCDD menghasilkan sampai 75 isomer dengan toksisitas yang sangat bervariasi. Isomer yang sangat aktif dan mempunyai potensi toksisitas tinggi adalah yang mempunyai 4 sampai 6 atom chlor, terutama dalam posisi lateral (2,3,7,8) seperti 2,3,7,8-Tetrachlorodibenzo-p-dioxin (2,3,7,8-TCDD) dengan toksisitas akut. International Agency for Research on Cancer (IARCH), satu bagian dari organisasi kesehatan PBB-WHO pada tanggal 14 Februari 1997 mengumumkan bahwa dioxin dengan rumus kimia 2,3,7,8 tetra chlorodibenzo-p-dioxin adalah zat penyebab kanker (karsinogenik) nomor satu di dunia dan dikenal sebagai zat penyebab kanker-buatan manusia yang paling berbahaya. Tingkat bahaya dioksin dinyatakan dalam Toxicity Equivalet (TEQ).Struktur molekul dioksin
Dioksin terbentuk dari proses industri kimia yang melibatkan klorin, proses pembakaran sampah insinerasi, produksi samping industri pembuatan pestisida, pulp, proses pembakaran kayu, batu bara, bensin, atau minyak, limbah kota, peleburan logam, gas emisi kendaraan, asap rokok serta penyulingan. Dioksin juga dapat terbentuk dari sumber alam seperti kebakaran hutan dan letusan gunung berapi. Dioksin dibentuk pada waktu terjadinya pembakaran senyawa yang berbasis klorin dengan hidrokarbon. Dioksin sangat jarang terdapat dalam sumber alami, sebagian besar dioksin berasal dari manusia (antropogenik).
Sejarah mulainya dioksin berakumulasi kedalam lingkungan hidup yaitu ketika perusahaan Dow Chemical (Midland, Michigan) menemukan suatu cara membelah molekul garam dapur (NaCl) sehingga pecah menjadi atom natrium dan atom klorin. Manusia menghasilkan jumlah klorin besar-besaran, klorin bebas tidak melekat pada senyawa atau atom lain. Klorin bebas merupakan limbah yang tidak diketahui kegunaannya dan bersifat berbahaya. Kemudian dimanfaatkan menjadi produk yang berguna dengan cara menempelkan atom-atom klorin pada molekul petrokimia hidrokarbon. Akibatnya, selama tahun 1930-1940 tercipta berbagai produk klorinat-hidrokarbon yang mampu meningkatkan perkembangan berbagai produk jenis pestisida, dan berbagai jenis pelarut serta plastic yang dihasilkan dari klorin bebas tersebut.
Pada saat klorinat-hidrokarbon tersebut diproses di pabrik atau dibakar dalam insinerator, terbebaskan produk hasil samping yang sangat tidak dikehendaki yaitu dioksin, suatu jenis senyawa kimia yang paling beracun yang pernah dipelajari dan diketahui manusia. (The U.S. Environmental Protection Agency, US-EPA) menyatakan bahwa pembakaran yang tidak diawasi seperti pembakaran sampah rumah tangga secara terbuka, merupakan sumber cemaran dioksin pada lingkungan yang diperkirakan sebesar 57% dari total sumber pelepasan dioksin. Karena dioksin terjadi secara alami di Iingkungan, maka dioksin tidak akan pernah hilang sama sekali. Ketika lepas ke udara, dioksin dapat berpindah tempat dalam jarak jauh melampaui batas-batas negara (long-range transboundary movement). Oleh karena itu, dioksin dapat ditemukan di banyak tempat di dunia.
Perkembangan industri, penggunaan bahan organik yang terklorinasi, plastic (PVC), herbisida, dan insektisida yang tinggi di suatu Negara, maka dalam tubuh manusia setempat semakin tinggi kandungan dioksinnya. Senyawa tersebut jika dibakar, terbentuk dioksin sebagai produk samping. Dioksin yang terbentuk selama pembakaran masuk ke udara bersama abu yang beterbangan, kemudian mengendap pada tanaman, kebun-kebun tanaman pangan yang akan dikonsumsi oleh ternak seperti sapi, dan ayam akhirnya dikonsumsi manusia
Dioksin bersifat larut dalam lemak, dan terakumulasi dalam pangan relatif tinggi kadar lemaknya. Kandungan dioksin tersebar ke dalam produk pangan yaitu daging, susu, produk susu, ungags, daging ikan, dan telur. Pada daging ikan, dioksin dapat terakumulasi dalam rantai makanan, sehingga tingkat kadar dioksinnya mencapai rantai makanan, sehingga kadar dioksinnya mencapai 100.000 kali dari kadar dioksin yang terdapat dalam lingkungan sekitarnya. Dioksin dikenal sebagai senyawa hidrofobik, artinya bila dioksin berada di air dan mencari tempat menempel atau masuk ke dalam tubuh ikan.
Ketika dioksin lepas ke air, dioksin akan menetap dalam sedimen dan kemudian senyawa tersebut ditransportasikan lebih jauh, atau termakan oleh ikan dan hewan perairan lainnya. Selanjutnya, senyawa dioksin akan mengalami bioakumulasi dan biomagnifikasi melalui rantai pangan, dimana biota pada tingkat trofi yang lebih tinggi mengakumulasi konsentrasi dioksin yang lebih besar. Dioksin dengan konsentrasi dari sumber polusi sebesar 0,01 ppt akan diserap oleh plankton, kemudian dimakan oleh konsumer plankton seperti ikan dan selanjutnya dimakan oleh ikan yang lebih besar, dan pada akhirnya dioksin pada tingkat predator puncak seperti burung elang memiliki konsentrasi ribuan kali lebih tinggi dibandingkan konsentrasi awal.
Selain di lingkungan, dioksin dalam jumlah yang sangat kecil juga terdapat pada sejumlah bahan seperti produk yang diproduksi menggunakan plastik, resin, pemutih; bahan tampon/pembalut; bahan kemasan pangan; dan rokok. Penggunaan bahan tersebut menunjukkan bahwa manusia dapat terpapar dioksin (dalam dosis harian) meski dalam jumlah yang sangat kecil, namun hal ini masih menjadi perdebatan apakah paparan dalam jumlah tersebut memiliki efek klinik atau tidak.
Dari hasil evaluasi EPA (1994), telah dikonfirmasikan bahwa dioksin merupakan senyawa organik yang paling beracun yang manusia pernah ketahui, pengaruhnya sangat negatif terhadap risiko kesehatan, bahkan dengan dosis yang sangat kecil yaitu 10-15 ppt (part per trillion), yang terakumulasi selama hidup. Berdasarkan hal tersebut, EPA menetapkan ambang batas dioksin yang diizinkan dalam tubuh manusia adalah sekitar 0,006 pikogram (seper juta-juta gram) per kilogram berat badan, atau sekitar 0,40 pikogram untuk seorang dewasa. Sedangkan dosis yang dapat dipakai acuan adalah ADI (Acceptable Daily Intake) dari WHO yaitu 1-10 pg/kg/hari.Berdasarkan hasil kajian Europeon Commission dan US-EPA, lebih dari 90% paparan senyawa dioksin berasal dari makanan terutama lemak hewan.
Beberapa kasus pencemaran oleh dioksin dalam pangan antara lain krisis dioksin di Belgia pada Mei 1999 ketika sejumlah dioksin masuk ke dalam rantai pangan melalui pakan ternak, akibatnya 7.000.000 ekor ayam dan 60.000 ekor babi harus dimusnahkan. Pada tahun 2004 di Belanda terdapat kasus meningkatnya kadar dioksin dalam susu, yang ternyata berasal dari tanah liat yang digunakan dalam proses produksi pakan ternak. Pada Juli 2007, European Commission menyatakan bahwa telah ditemukan dioksin dalam ikadar tinggi pada bahan tambahan pangan guar gum yang digunakan sebagai pengental dalam jumlah kecil pada daging, produk susu olahan, kue, atau produk pangan lain. Sumbernya ternyata berasal dari guar gum dari lndia yang terkontaminasi dengan pentaklorofenol yaitu pestisida yang kini telah dilarang.
B. Bahaya Dioksin
Dioksin merupakan zat kimia yang berbahaya yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan kesehatan masayarakat. Dampak keracunan dioksin untuk jangka panjang adalah kanker dan aterosklerosis sehingga menaikkan angka kematian sampai 46 % pada beberapa kasus. Sedangkan efek jangka pendek, dapat menyebabkan lesi kulit seperti chloracne. Chloracne adalah penyakit kulit yang parah dengan lesi menyerupai acne yang terjadi terutama pada wajah dan tubuh bagian atas, serta ruam kulit lainnya, perubahan warna kulit, dan kerusakan pada organ-organ tubuh lain, seperti hati, ginjal dan saluran cerna. Selain itu pada konsentrasi berkisar antara 1 mikrogram sampai beberapa mikrogram saja, dioksin dapat menyebabkan kematian pada hewan. Berikut beberapa bahaya lain dari dioksi, diantaranya:
- Dioksin merupakan senyawa yang mampu mengacaukan sistem hormon, yaitu dengan cara bergabung dengan kaseptor hormon, sehingga mengubah fungsi dan mekanisme genetis dari sel.
- Menyebabkan timbulnya penyakit genetis dan dapat mempengaruhi pertumbuhan anak.
- Menurunkan daya tahan tubuh, karena secara langsung dioksin mampu menurunkan sel B dan secara tidak langsung menurunkan jumlah sel T yang berperan dalam sistem Imun.
- Mengacaukan sistem saraf
- Keguguran kandungan
- Mengakibatkan cacat kelahiran (birth deformity), seperti gangguan intelektual.
- Mengganggu fungsi reproduksi, dimana berakibat pada jumlah sperma laki-laki menurun dan endometriosis pada perempuan meningkat.
- Mengganggu metabolisme glukosa yang dapat menyebabkan diabetes tipe 2.
- Menyebabkan penyakit jantung iskemik.
Dalam sejarah, kasus dioxin yang paling terkenal adalah Agent Orange yang terjadi di Vietnam saat Vietnam perang dengan Amerika Serikat. Saat ini, setelah 4 dekade dampak dioxin masih dapat kita temukan. Banyak anak yang mengalami permasalahan tumbuh kembang. Misalnya pada gigi dan rambut. Agent Orange di Vietnam ini telah membunuh jutaan orang karena dioxin telah bercampur dengan tanah, mengendap di sungai-sungai sehingga tanaman dan air serta ikan yang mereka makan telah tercemar bahan kimia tersebut. Permasalahan yang terjadi di Vietnam akibat dari dioxin yang terkandung dalam Agent Orange adalah kelainan lahir bawaan pada bayi yang orang tuanya dulunya merupakan veteran Vietnam adalah kelainan pada otak, jantung, organ kelamin, dan saluran kencing, serta bibir sumbing (cleft palate), club foot, spina bifida, kanker kongenital, dan sindroma Down’s.
Sebenarnya dioxin yang berada di lingkungan dalam konsentrasi yang kecil namun terjadi bioakmulasi dan akan terakumulasi dalam rantai makanan terutama jaringan lemak. Akumulasi ini terjadi karena dioxin bersifat hidrofobik yang tidak akan terurai dalam air dan akan larut dalam lemak. Karena itulah dioxin banyak ditemukan pada daging, susu, ayam, dan telur. Akumulasi tersebut menjadikan manusia sebagai pihak yang mengalami akibat terparah karena manusia berada pada puncak rantai makanan. Sedangkan golongan yang paling rentan terkena dampak dioxin adalah janin, bayi, orang dengan diet makanan tertentu, dan pekerja industri.
C. Pencegahan Toksisitas Dioksin
Upaya pencegahan toksisitas dioksis, diantaranya :
- Memisahkan sampah-sampah organik yang mudah terdegradasi oleh mikroorganisme dengan sampah yang susah terdegradasi seperti plastik. Sampah-sampah plastik yang susah terdegradasi harus dikumpulkan dan jangan dibakar begitu saja karena berpotensi untuk menghasilkan dioksin.
- Melakukan pembakaran sampah berkisar antara 800 – 1100 °C, sebab dengan incinerator yang mampu membakar sampah hingga temperatur 10000C tidak akan menghasilkan dioksin. Terjadinya dioksin dalam pembakaran sampah, dapat dikendalikan dengan penguraian suhu tinggi tiroksin melalui pembakaran sempurna yang stabil. Untuk itu, penting untuk mempertahankan suhu tinggi gas pembakaran dalam tungku pembakaran, menjaga waktu keberadaan yang cukup bagi gas pembakaran, serta pengadukan campuran antara gas yang belum terbakar dan udara dalam gas pembakaran. Mengingat upaya ini untuk skala besar maka upaya perlu didukung serta dilakukan oleh pemerintah, khusunya pemerintah daerah yang daerahnya menghasilkan banyak volume sampah.
- Pencegahan pembentukan senyawa de novo yang juga merupakan penyebab munculnya dioksin, pendinginan mendadak serta pengkondisian suhu rendah gas pembakaran akan efektif.
- Terhadap debu terbang yang dikumpulkan dengan penghisap debu yang banyak mengandung dioksin, ada teknologi pemrosesan reduksi khlorinat dengan panas. Untuk udara atmosfir yang dikembalikan, karena menggunakan reaksi reduksi khlorinat dengan menukar khlor yang terkandung dalam dioksin dengan hidrogen, dengan terus memanaskan debu terbang pada suhu diatas 8000C dioksin dalam debu dari jumlah totalnya akan terurai. Ini digunakan sebagai teknologi yang dapat menguraikan dioksin dengan energi input lebih sedikit dibandingkan dengan peleburan.
- Bersikap ekstra hati-hati dalam mengkonsumsi makanan, dan yang lebih baik tentunya kita kembali kepada makanan-makanan yang sifatnya alami, yakni makanan yang kita olah dan produk sendiri baik itu tumbuh-tumbuhan, biji-bijian, makanan pokok, maupun daging dan ikan.
D. Upaya Pengendalian Dioksin
Dioksin bukan zat yang mudah terurai di alam. Sebagai akibatnya, dioksin terdapat di tanah, air, dan permukaan tumbuhan. Agar toksisitas dioksin tidak meningkat di alam, maka diperlukan suatu upaya. Berikut upaya pengendalian dioksin, diantaranya:
1. Menggunakan Titanium dan Ultraviolet
Kini, sebuah teknologi baru telah dikembangkan untuk memecahkan dioksin yang menyusahkan ini, yakni dengan memaparinya dengan cahaya dan mengubahnya menjadi sesuatu yang tidak berbahaya. Alat yang baru dikembangkan ini adalah sebuah alat untuk menghilangkan dioksin yang menggunakan suatu zat yang disebut Titanium dioksida. Titanium Oksida adalah senyawa yang banyak digunakan dalam pembuatan cat. Jika dikenai pada cahaya, terutama sinar ultra violet, maka senyawa tersebut akan bereaksi dengan oksigen di udara, dan dapat memecahkan materi-materi organik. Peralatan baru tersebut memanfaatkan sifat Titanium Oksida ini. Alat ini dipasang pada pipa gas buangan fasilitas pembakar sampah atau incinerator. Bila sampah dibakar, maka dioksin di dalam gas yang melalui pipa itu akan diurai menjadi karbon dioksida dan air, dengan mengenai Titanium Oksida dalam alat itu dengan sinar ultra violet.
Dengan menggunakan silika gel (bahan penyerap kelembaban), para ilmuwan telah berhasil menggunakan Titanium dioksida untuk mengurai dioksin. Silika gel tersbut yang berdiameter 3 mm dan permukaannya dilapisi oleh Titanium Oksida digunakan pada alat tersebut. Permukaan silika gel ini memiliki banyak lubang, sehingga memperbesar luas permukaannya, dan itu akan menarik dioksin terus menerus dengan daya serap yang besar. Dioksin yang diserap ke dalam silika gel tersebut kemudian diurai oleh Titanium Oksida yang dikenai pada sinar ultra violet. Hal yang menguntungkan, silika gel tembus pandang sehingga cahaya dapat menembusnya dan menyebabkan reaksi kimia di seluruh tempat. Oleh karena itu, hal ini dapat memecahkan dioksin dengan keandalan tinggi lebih dari 99 persen.
Peralatan yang baru dikembangkan ini sangat mudah untuk dipasangkan pada fasilitas pembakar sampah/incinerator yang sudah ada. Dan juga teknologi baru ini ramah lingkungan. Di masa lalu, cara menguraikan dioksin adalah dengan membakarnya pada suhu yang sangat tinggi sekitar 1000 derajat celcius, namun dengan teknologi baru ini tidak diperlukan lagi energi sebanyak itu. Alat ini hanya perlu memaparkan Titanium dioksida pada sinar ultra violet, jadi biaya operasinya hampir dapat dikatakan sangat rendah.
2. Mengurai Dioksin dengan Enzim
Baru-baru ini, Prof. K. Inoue dkk dari Kyoto University Jepang mengumumkan sebuah cara baru menguraikan dioksin, yakni dengan menggunakan enzim hasil penemuannya. Enzim buatan ini diperoleh dengan cara mengubah struktur gen pada enzim pengurai obat yang dimiliki oleh semua binatang mamalia. Pada dasarnya binatang mamalia memiliki sekumpulan enzim yang disebut cytocrom P-450, yang bekerja menguraikan zat kimia di dalam tubuh sehingga menjadi tidak beracun. Kumpulan enzim ini dapat juga menguraikan jenis dioksin yang tingkat toksisitasnya rendah, namun tidak sanggup menguraikan jenis dioksin dengan tingkat toksisitas sangat tinggi seperti 2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioxin (TCDD).
Prof. Inoue dkk membuat enzim buatan pengurai dioksin jenis ini dengan cara mengambil satu jenis enzim dalam cytocrom P450 dari tikus. Dengan metoda transgenik, gen dalam enzim ini diubah agar bisa membentuk molekul enzim dimana bagian yang berfungsi mengikat zat kimia yang ingin diurai menjadi lebih panjang, kemudian gen ini ditransfer ke ragi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa enzim buatan ini dapat menguraikan 1 molekul 2,3,7,8-TCDD perjam, yang berarti kecepatan mengurainya 10~100 kali lebih tinggi dari enzim yang ada pada tubuh manusia.
Penelitian ini masih dalam tahap awal. Namun, menurut Prof. Inoue, jika ini berhasil akan dapat diaplikasikan secara luas di berbagai bidang seperti menguraikan dioksin dalam bahan makanan, tanah dan lain sebagainya. Perlu diketahui, lebih dari 90% dioksin yang masuk kedalam tubuh kita adalah melalui makanan, baru sisanya melalui pernafasan. Berarti, enzim temuan ini bisa jadi alat canggih untuk menanganani dioksin yang sudah menjadi momok seluruh dunia.
E. Aspek Legal Pengendalian Dioksin
Indonesia telah mempunyai peraturan pemerintah republik Indonesia (PP) bahan beracun dan berbahaya (B3) dan salah satu dari bahan berbahaya dan beracun tersebut adalah Dioksin. Adapun peraturan pemerintah yang mengatur hal tersebut adalah :
- PP No 18 tahun 1999 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dan telah di ubah menjadi PP No 85 tahun 1999
- PP No 74 tahun 2001 tentang pengelolan bahan berbahaya dan beracun
Menurut peraturan pemerintah tersebut yang dimaksud dengan B3 adalah bahan yang karena sifat atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung mencemari atau merusak lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan manusia serta kelangsungan makhluk hidup lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan pengelolaan B3 adalah kegiatan yang menghasilkan menyimpan dan menggunakan dan atau membuang bahan berbahaya dan beracun.
F. Studi Kasus
Presiden Ukraina Viktor Yuschenko diduga keracunan dioksin melalui makanan. Sampel darahnya mengandung 100.000 U/gram TCDD, suatu kadar tertinggi kedua yang pernah tercatat pada manusia. Pada akhir tahun 2004 selama kampanya pemilihannya, Yushchenko dikonfirmasi telah tertelan TCDD dalam jumlah berbahaya. Beliau menderita cacat akibat keracunan, tetapi telah perlahan-lahan pulih. Setelah kampanyenya, Yushchenko menjadi sakit parah pada awal september 2004. Beliau diterbangkan ke klinik Rudolfinerhaus Wina untuk pengobatan dan didiagnosis bahwa beliau menderita pankreatitis akut, disertai dengan perubahan interstitial edema, disebabkan oleh infeksi virus yang serius dan zat kimia yang biasanya tidak ditemukan dalam produk makanan. Yushchenko mengklaim bahwa ia telah diracuni oleh agen-agen pemerintah. Setelah penyakitnya, wajahnya sangat rusak: kuning, kembung, dan bopeng.
Ahli toksikologi Inggris, Profesor John Henry, Rumah Sakit St Mary di London menyatakan perubahan wajah Yushchenko adalah karena chloracne, yang mana hasil dari keracunan dioxin. Ahli toksikologi Belanda Bram Brouwer juga menyatakan perubahan dalam penampilannya merupakan hasil dari chloracne, dan menemukan tingkat dioxin dalam darah Yushchenko 6.000 kali lipat di atas normal.
Pada bulan Agustus 2009, The Lancet menerbitkan sebuah makalah ilmiah oleh para peneliti Swiss dan Ukraina pada pemantauan, bentuk, distribusi, dan eliminasi dari 2,3,7,8-Tetrachlorodibenzodioxin (TCDD) pada tubuh Yushchenko setelah ia didiagnosis dengan keracunan berat. Tingkat TCDD di serum darah Yushchenko sebesar 50.000 kali lipat lebih besar dibandingkan pada populasi umum. Studi baru ini juga menyimpulkan bahwa dioxin "begitu murni, artinya dioxin pasti dibuat di laboratorium"
Menurut EPA, hanya 50% sumber dioksin yang dikenal. Dari yang dikenal tersebut 95% berasal dari proses pembakaran. Proses pembakaran yang dimaksud adalah pembakaran sampah plastik dan limbah rumah sakit. Dioksin juga teridentifikasi pada produk sampingan dari industri yang menggunakan klorin dalam proses produksinya, diantaranya seperti industri kimia, pestisida, plastik, pulp, kertas, dan sebagainya. Secara umum produk senyawa kimia organik yang menggunakan klor adalah sumber dioksin.Sumber lainnya adalah dari perairan, yang berasal dari pembuangan limbah industri. Selain itu dioksin juga dihasilkan dari alam, yaitu berasal dari kebakaran hutan dan aktifitas gunung berapi. Dengan kadar rendah dioksin ditemukan di semua lingkungan (udara, air, dan tanah). Karena sifat fisik dan kimianya, dioksin terutama ditemukan di lapisan tanah, sedimen, dan biota.
Dioksin bersifat lipofilik, maka dioksin ini mudah larut dalam lemak, sehingga mudah terakumulasi dalam jaringan makhluk hidup dan konsentrasinya dapat berlipat ganda pada jenjang yang lebih tinggi pada rantai makanan. Seiring perjalanan waktu, paparan dalam jumlah sedikit pun akan menumpuk sampai berpengaruh terhadap kesehatan. Saat terlepas ke udara, dioksin dapat menempuh jarak yang cukup jauh. Di air, dioksin dapat menumpuk pada tanah sungai, sehingga menempuh perjalanan lebih jauh ke hilir atau masuk ke tubuh ikan. Kebanyakan paparan dioksin yang kita alami terjadi melalui makanan. Dioksin yang terlepas ke atmosfer, menumpuk pada tanaman yang kemudian akan dimakan oleh hewan. Pada makhluk yang berada di bagian akhir rantai makanan, tentu penumpukan dioksin lebih tinggi. Karnivora, seperti manusia, mengakumulasi jumlah dioksin tertinggi, karena dioksin menumpuk dalam jaringan lemak. Bahkan, faktanya, pada sebagian besar orang 95% dioksin yang dikonsumsi berasal dari lemak hewani.
Bila makanan yang mengandung dioksin tersebut dimakan manusia, maka dioksin akan terakumulasi dalam tubuh dan berbahaya bagi kesehatan manusia, apabila paparan dioksin dengan kadar tinggi dalam jangka pendek pada manusia mengakibatkan lesi kulit seperti chloracne yaitu jenis jerawat permanen terutama pada bagian wajah dan tubuh bagian atas dengan gejala awal berupa gatal-gatal, bengkak, dan merah-merah. Chloracne dapat terjadi selama beberapa bulan hingga 15 tahun. Sedangkan jika pada paparan jangka panjang pada manusia dapat menyebabkan gangguan pada sistem imun, sistem syaraf, sistem endokrin, hati, pankreas, sistem pernafasan, fungsi reproduksi, serta efek lain seperti gangguan pertumbuhan pada anak, endometriosis, dan diabetes. Dioksin juga mampu mengubah fungsi genetika sel, sehingga dapat menyebabkan timbulnya penyakit genetis dan dapat mempengaruhi pertumbuhan anak. Berdasarkan data penelitian dan data epidemiologi manusia, dioksin diklasifikasikan oleh International Agency for Research on Cancer (IARC), sebagai karsinogen kelas 1 yaitu senyawa yang terbukti dapat menyebabkan kanker pada manusia.
Kesimpulan
Dioksin merupakan suatu senyawa kimia yang bersifat racun (toksik) dan dapat menimbulkan kanker. Dioksin tebentuk dari manusia dan sumber alam, namun kebanyakan dioksin terbentuk dari manusia. Dioksin yang terbentuk dari manusia adalah dioksin yang terbentuk melalui proses industri kimia yang melibatkan klorin, proses pembakaran sampah insinerasi, produksi samping industri pembuatan pestisida, pulp, proses pembakaran kayu, batu bara, bensin, atau minyak, limbah kota, peleburan logam, serta penyulingan. Sedangkan dioksin yang berasal dari sumber alam yaitu kebakaran hutan dan letusan gunung berapi. Dioksin terbentuk alami pada lingkungan dan tidak bisa terurai. Dioksin yang berada dalam lingkungan akan menempel pada tanaman, tanah, dan air.
Efek yang ditimbulkan dari dioksin dalam jangka waktu lama ialah menyebabkan kanker dan ateroskelosis, lalu efek jangka pendek dari toksisitas dioksin yaitu dapat menyebabkan lesi kulit seperti chloracne. Dampak lain dari toksisitas dioksin adalah cacat pada janin, gangguan sistem kekebalan tubuh, mempengaruhi sistem saraf, sistem endokrin, fungsi reproduksi, meningkatkan tigliserida dan kolesterol, menyebabkan gangguan fungsi hati dan jantung, serta dapat membuat gangguan pada pertumbuhan.
Semua hal yang berkaitan dengan dioksin telah dirumuskan secara legal dalam peraturan pemerintah mengenai bahan beracun dan berbahaya (B3) pada peraturan pemerintah Nomor 8 tahun 1999 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dan telah di ubah menjadi peraturan pemerintah No 85 tahun 1999, dan peraturan pemerintah Nomor 74 tahun 2001 tentang pengelolan bahan berbahaya dan beracun.
Daftar Pustaka
- Ansyori, Isa. 2011. Bahaya Dioksin. Beranda Pusarpedal Vol 3 Tangerang
- Beranda PUSARPEDAL Volume 2 Edisi Mei-Agustus 2010
- Beranda PUSARPEDAL Volume 3 Edisi Januari-April 2011
- Buletin Keamanan Pangan Badan POM RI Volume 17 tahun 2010
- Wulandari, yennie. 2010. Cemaran Senyawa Dioksin dalam Pangan (Buletin Keamanan Pangan). BPOM RI Volume 17 tahun IX
- Latief, A. Sutowo. 2010. Manfaat dan Dampak Penggunaan Insinerator terhadap Lingkungan. Jurnal Teknis Vol. 5 No.1. Halaman 20 - 24
- Montague, Peter. 1994. Dioxin Danger More Than Expected. Diakses dari https://www.greenleft.org.au/node/8639 pada 22 Maret 2014 pukul 00.30 WIB
- Martunus, dkk. 2007. Ekstraksi Dioksin dalam Limbah Air Buangan Industri Pupl dan Kertas dengan Pelarut Toluen. Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 6 No. 1. Halaman 1-5
- NIH [National Institute of Environmental Health Science]. 2012. Dioxin. Diakses dari www.niehs.nih.gov pada 22 Maret 2014 pukul 00.50 WIB
- O Sorg, M Zennegg, P Schmid, R Fedosyuk, R Valikhnovskyi, O Gaide, V Kniazevych, J-H Saurat (2009). "2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioxin (TCDD) poisoning in Victor Yushchenko: identification and measurement of TCDD metabolites". The Lancet 374 (9696): 1179–85. BBC (13 January 2010). "Profile: Viktor Yushchenko"
- WHO [Wolrd Health Organization].2010.Dioxin and their effects on human health. Fact Sheet Nº225. Diakses dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs225/en/ pada 22 Maret 2014 pukul 00.15 WIB
EmoticonEmoticon